Rabu, 24 April 2013

TEMPAT WISATA DI SUMEDANG



TEMPAT WISATA DI SUMEDANG


Alun-alun Sumedang


Tempat Wisata Sumedang di Jalan Prabu Geusan Ulun, Kec Sumedang Selatan, di pusat Kota, yang disekelilingnya terdapat Masjid Agung, Gedung DPR, Kantor Kejaksaan, dan Lapas. Di tempat ini terdapat Monumen Lingga, dan diteduhi dengan pohon-pohon yang rindang.



Bumi Perkemahan Kiara Payung Sumedang


Tempat Wisata Sumedang di Kec Jatinangor dan Kec Tanjungsari, pada ketinggian 900 mdpl di kaki Gunung Manglayang, dengan udara sejuk; ada menara setinggi 12 m untuk kegiatan Rappelling, serta tersedia beberapa tempat berteduh dengan kapasitas 25 orang.

Cadas Pangeran



Tempat Wisata Sumedang di Desa Ciherang Kecamatan Sumedang Selatan, 8 Km dari kota, dengan tebing cadas setinggi 150 m; ada Monumen Pangeran Kornel, yang menyalami Daendels dengan tangan kiri dan tangan kanannya memegang keris.

Cipanas Cileungsing




Tempat Wisata Sumedang di Desa Cilangkap, Kec Buah Dua, 15 Km dari pusat Kota Sumedang, dengan sumber air panas mengandung belerang yang dipercaya bisa membantu menyembuhkan penyakit kulit.

Cipanas Sekarwangi


Tempat Wisata Sumedang di Desa Sekarwangi, Kecamatan Conggeang, di kaki gunung Tampomas, sekitar 19 Km dari pusat Kota Sumedang. Di sini tersedia penginapan dan kamar mandi air panas.

Cipanteuneun



Tempat Wisata Sumedang di kaki gunung Tampomas, 5 Km dari pusat Kota, berupa kolam alam seluas 1 Ha, yang memiliki empat sumber mata air yang masing-masing konon mempunyai khasiat tersendiri.

Curug Cinulang



Tempat Wisata Sumedang di Desa Sindulang, Kec Cimanggung, yang memiliki dua buah air terjun yang masing-masing berketinggian 50 m; bisa diakses dengan menggunakan lintas jalan Cicalengka – Leuwiliang.

Curug Cipongkor



Tempat Wisata Sumedang di Desa Ciberang, Kecamatan Sumedang Selatan, dengan lingkungan yang masih alami, namun harus ditempuh dengan berjalan kaki sejauh 3 km dari tempat penitipan kendaraan.

Gunung Kunci



Tempat Wisata Sumedang berupa bukit kecil dengan tumbuhan pinus; terdapat Goa yang dibuat 1917 oleh Belanda sebagai penjara dan gudang senjata, dikenal dengan nama Gua Kunci. Di dalam gua terdapat ruangan-ruangan yang dihubungkan oleh lorong-lorong.

Gunung Lingga



Tempat Wisata Sumedang di Desa Cimaraga, Kec Darmaraja, 20 Km dari pusat Kota, dimana terdapat petilasan Prabu Tajimalela, Raja Sumedang Larang yang ke dua, berupa menhir yang terdapat dipuncak Gunung Lingga.

Gunung Tampomas



Tempat Wisata Sumedang di Kec Buah Dua, Congeang, Sindangkerta dan Cibeureum, dengan puncak setinggi 1.684 mdpl; ada bekas kawah dan batu hitam besar, dengan pemandangan lepas ke Sumedang; diakses dari Cibeureum Wetan – Cimalaka sebagai pintu masuk kawasan.

Kampung Toga



Tempat Wisata di Sumedang di Desa Sukajaya, Kec Sumedang Selatan, 3 Km dari pusat Kota, ditumbuhi tanaman obat, pengunjung bisa melihat pemandangan Kota Sumedang, terdapat permainan arung jeram, berkuda, gantole, hiking, paragliding, paint ball, dan trekking.

Makam Cut Nyak Dien


Tempat Wisata di Sumedang di Gunung Puyuh, Kec Sumedang Selatan, pahlawan Perang Aceh yang meninggal pada 6 November 1908. Makamnya baru ditemukan pada 1959 atas permintaan Gubernur Aceh Ali Hasan. Pada 2 Mei 1964 Cut Nyak Dien ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.



Masjid Agung Sumedang


Tempat Wisata di Sumedang di Jl Prabu Geusan Ulun, Regol Wetan, Kec Sumedang Selatan, diperkirakan dibangun pada 1781-1828, semasa Pangeran Kornel pada 1836-1882 dipindahkan ke tempatnya yang sekarang pada masa Pangeran Soeria Koesoemah Adinata.





Monumen Lingga


Tempat Wisata di Sumedang di Alun-alun, dibuat 1922 oleh Gubernur Jenderal Mr D Fock sebagai penghargaan bagi Pangeran Aria Soeriatmaja, Bupati Sumedang 1883-1919, yang berhasil mensejahterkan rakyatnya.







Museum Prabu Geusan Ulun


Tempat Wisata Sumedang 50 m dari Alun-Alun, berdampingan dengan Gedung Bengkok atau Gedung Negara, dibangun pada 1973, menyimpan peninggalan Kerajaan Sumedang Larang, diantaranya Mahkota Binokasih yang terbuat dari emas dan intan berlian.

SEJARAH PERJUANGAN CUT NYAK DIEN



SEJARAH PERJUANGAN CUT NYAK DIEN



Cut Nyak Dien adalah pahlawan yang berasal dari Aceh. Ia kahir di Lampadang, Aceh Besar, tahun 1850. Sejak kecil ia sudah biasa ikut dengan ayahnya, nantan Setia, yang nmenjabat sebagai Ulebalang VI Mukim. Ayahnya orang Aceh keturunan Minangkabau.

Pada usia 12 tahun, ia menikah dengan Teuku Cik Ibrahim Lamnga. Jangan heran anak-anakku, pada zaman itu memang anak-anak seuisa kalian sudah menikah. Diharapkan setelah menikah, mereka bersama suami atau istrinya bisa sama-sama berjuang mengusir penjajah.

Waktu itu hubungan kerajaan Aceh dengan penjajah Belanda sudah buruk karena Belanda ingin sekali dapat menguasai Aceh. pada tahun 1873 meletus Perang Aceh melawan Belanda. Dua tahun kemudian daerah VI Mukim dapat diduduki Belanda. Cut Nyak Dien terpaksa mengungsi ke tempat lain bersama anaknya yang masih kecil. Suaminya terus berjuang. pada bulan Juni 1878, suami Cut Ny Dien gugur sebagai pejuang di Gle Tarum.

Sejak saat itu, Cut Nyak Dien akan berjanji meneruskan perjuangan suaminya. pada tahun itu juga perlawanan cut Nyak Dien dan pasukannya dihadapi Belanda dengan berondongan meriam yang mereka tembak dari kapal-kapal mereka. Pertempuran berjalan dnegan seru. Pasukan Aceh bergerak ke Aceh Besar. Dari sana mereka menyerang pos-pos Belanda sehingga para penjajah meninggalkannya.

Cu Nyak Dien sudah berjanji hanya akan menikah dengan seorang Pejuang. Tahun 1880 ia menikah lagi dengan seorang pejuang bernama Teuku Umar, yang msih saudara sepupunya. Teuku Umar terkenal karena keberaniannya memimpin psukan dan kecerdikannya.

Sepasang pejuang ini kini bekerja sama melawan penjajah. Kemudian, pada bulan Agustus 1893, Teuku Umar menyerahkan diri kepada Belanda dan berpura-pura menjadai tentara Belanda. Ini bagian dari siasat Teuku Umar untuk mengetahui rahasia perang Belanda, juga untuk menucri senjata.

Akan tetapi, banyak pejuang Aceh yang beranya-tanya. maka Cut Nyak Dien mengusulkan agar suaminya keluar dari ketentaraan Belanda dan kembali berjuang terang-terangan bersama para pejuang Aceh. Usul ini diikuti suaminya.

Dalam pertempuran di Meulaboh, 11 Februari 1899, Teuku Umar gugur sebagai pejuang. Sejak kematian suaminya itu, Cut Nyak Dien menggantikan suaminya sebagai pimpinan para pejuang. Cut Nyak Dien tetap melalukan perang gerilya di berbagai daerah di Aceh. Sementara itu ia sudah semakin tua, matanya sudah tidak bisa melihat dengan jelas. Selain itu ia juga punya penyakit encok yang sering kumat. Pasukannya juga sudah berkurang karena banyak yang gugur atau bergabung dengan Belanda.

Keadaan Cut Nyak Dien yang sudah nenek-nenek itu membuat anak buahnya yang bernama pang Laot tidak tega. maka ia melapor ke Belanda agar Cut Nyak Dien dapat menjalani hari tua dengan sedikit tentram. Akhirnya Cut Nyak Dien ditangkap Belanda.

Waktu ditangkap, Cut Nyak Dien sempat menghunus rencongnya ke arah si pelapor, tapi dicegah oleh Belanda. Meski tetap khawatir akan perlawanannya, Belanda memperlakukan Cut Nyak Dien dengan baik. Cut Nyak Dien dibuang ke Sumedang, Jawa Barat dan meninggal karena penyakit tua pada tanggal 6 November 1908.

Cut Nyak Dhien yang merupakan pahlawan perempuan yang gigih berani memimpin para pejuang demi mempertahankan Indonesia.
Makam Cut Nyak Dien terletak di kompleks pemakaman keluarga milik Siti Khodijah, yang berjarak beberapa ratus meter arah selatan Kota Sumedang, Jawa Barat. Lokasi makam Cut Nyak Dien tepat bersebelahan dengan kompleks pemakaman keluarga Pangeran Sumedang di Kampung Gunung Puyuh, Desa Sukajaya, Kecamatan Sumedang Selatan.

Jumat, 19 April 2013

SEJARAH SUMEDANG

SEJARAH SUMEDANG


ASAL KATA “SUMEDANG”
Kata Sumedang berasal dari “inSUn MEdal insun maDANGan”, Insun artinya saya Medal artinya lahir Madangan artinya memberi penerangan jadi kata Sumedang bisa berarti “Saya lahir untuk memberi penerangan”. Kalimat “Insun Medal Insun Madangan” terucap ketika Prabu Tajimalela raja Sumedang Larang I melihat ketika langit menjadi terang-benderang oleh cahaya yang melengkung mirip selendang (malela) selama tiga hari tiga malam. Kata Sumedang dapat juga diambil juga dari kata Su yang berarti baik atau indah dan Medang adalah nama sejenis pohon, Litsia Chinensis sekarang dikenal sebagai pohon Huru, dulu pohon medang banyak tumbuh subur di dataran tinggi sampai ketinggi 700 m dari permukaan laut seperti halnya Sumedang merupakan dataran tinggi.

ASAL MULA SUMEDANG
Asal mula Sumedang berasal dari Kerajaan Tembong Agung yang didirikan oleh Prabu Guru Aji Putih ( 678 – 721 M ) putra Aria Bima Raksa / Ki Balagantrang Senapati Galuh cucu dari Wretikandayun pendiri Kerajaan Galuh. Kerajaan Tembong Agung berada di Citembong Girang Kecamatan Ganeas Sumedang kemudian pindah ke kampung Muhara Desa Leuwi Hideung Kecamatan Darmaraja. Pada masa Prabu Tajimalela ( 721 – 778 M ) putra dari Guru Aji Putih di bekas Kerajaan Tembong Agung didirikan Kerajaan Sumedang Larang. Sumedang Larang berarti tanah luas yang jarang bandingnya” (Su= bagus, Medang = luas dan Larang = jarang bandingannya).
Masa kejayaan Sumedang Larang pada masa pemerintahan Prabu Geusan Ulun (1578 – 1601 M) ketika pada masa pemerintahan Pangeran Santri / Pangeran Kusumahdinata I raja Sumedang Larang ke-8 ayah dari Prabu Geusan Ulun pada tanggal 22 April 1578 atau bulan syawal bertepatan dengan Idul Fitri di Keraton Kutamaya Sumedang Larang Pangeran Santri menerima empat Kandaga Lante yang dipimpin oleh Sanghiang Hawu atau Jaya Perkosa, Batara Dipati Wiradidjaya (Nganganan), Sangiang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana Terong Peot membawa pusaka Pajajaran dan alas parabon untuk di serahkan kepada penguasa Sumedang Larang pada waktu itu dan pada masa itu pula Pangeran Angkawijaya / Pangeran Kusumadinata II dinobatkan sebagai raja Sumedang Larang dengan gelar Prabu Geusan Ulun sebagai nalendra penerus kerajaan Sunda Padjajaran dan Raja Sumedang Larang ke-9. Ketika dinobatkan sebagai raja Prabu Geusan Ulun berusia + 23 tahun menggantikan ayahnya Pangeran Santri yang telah tua dan pada tanggal 11 Suklapaksa bulan Wesaka 1501 Sakakala atau tanggal 8 Mei 1579 M kerajaan Pajajaran Sirna ing bumiIbukota Padjajaran jatuh ke tangan pasukan Kesultanan Surasowan Banten
Yang akhirnya Sumedang mewarisi wilayah bekas wilayah Padjajaran dengan wilayahnya meliputi seluruh Padjajaran sesudah 1527 masa Prabu Prabu Surawisesa dengan batas meliputi; Sungai Cipamali (daerah Brebes sekarang) di sebelah timur, Sungai Cisadane di sebelah barat, Samudra Hindia sebelah Selatan dan Laut Jawa sebelah utara. Daerah yang tidak termasuk wilayah Sumedang Larang yaitu Kesultanan Banten, Jayakarta dan Kesultanan Cirebon. Dilihat dari luas wilayah kekuasaannya, wilayah Sumedang Larang dulu hampir sama dengan wilayah Jawa Barat sekarang tidak termasuk wilayah Banten dan Jakarta kecuali wilayah Cirebon sekarang menjadi bagian Jawa Barat, sehingga Prabu Geusan Ulun mendapat restu dari 44 penguasa daerah Parahiyangan yang terdiri dari 26 Kandaga Lante, Kandaga Lante adalah semacam Kepala yang satu tingkat lebih tinggi dari pada Cutak (Camat) dan 18 Umbul dengan cacah sebanyak + 9000 umpi. Pemberian pusaka Padjajaran pada tanggal 22 April 1578 akhirnya ditetapkan sebagai hari jadinya Kabupaten Sumedang.
Peristiwa penobatan Prabu Geusan Ulun sebagai Cakrawarti atau Nalendra merupakan kebebasan Sumedang untuk mengsejajarkan diri dengan kerajaan Banten dan Cirebon. Arti penting yang terkandung dalam peristiwa itu ialah pernyataan bahwa Sumedang menjadi ahli waris serta penerus yang sah dari kekuasaan Kerajaan Pajajaran di Bumi Parahiyangan. Pusaka Pajajaran dan beberapa atribut kerajaan yang dibawa oleh Senapati Jaya Perkosa dari Pakuan dengan sendirinya dijadikan bukti dan alat legalisasi keberadaan Sumedang, sama halnya dengan pusaka Majapahit menjadi ciri keabsahan Demak dan Mataram.

DARI MASA KERAJAAN KE MASA KABUPATEN
Pada tahun 1601 Prabu Geusan Ulun wafat dan digantikan oleh putranya Pangeran Aria Soeriadiwangsa, pada masa Aria Soeriadiwangsa kekuasaan Sumedang Larang di daerah sudah menurun dan Mataram melakukan perluasan wilayah ke segala penjuru tanah air termasuk ke Sumedang. Pada waktu itu Sumedang Larang sudah tidak mempunyai kekuatan untuk melawan yang akhirnya Pangeran Aria Soeriadiwangsa pergi ke Mataram untuk menyatakan Sumedang menjadi bagian wilayah Mataram pada tahun 1620. Wilayah bekas kerajaan Sumedang Larang diganti nama menjadi Priangan yang berasal dari kata Prayangan” yang berarti daerah yang berasal dari pemberian yang timbul dari hati yang ikhlas dan Pangeran Aria Soeriadiwangsa diangkat menjadi Bupati Sumedang pertama dan diberi gelar Rangga Gempol I (1601 – 1625 M). Sumedang menjadi bagian dari wilayah Mataram karena Pangeran Aria Soeriadiwangsa I mengganggap ; 1. Sumedang sudah lemah dari segi kemiliteran, 2. menghindari serangan dari Mataram karena waktu itu Mataram memperluas wilayah kekuasaannya dari segi kekuatan Mataram lebih kuat daripada Sumedang dan 3. menghindari pula serangan dari Cirebon dan VOC. Sultan Agung kemudian membagi-bagi wilayah Priangan menjadi beberapa Kabupaten yang masing-masing dikepalai seorang Bupati, untuk koordinasikan para bupati diangkat seorang Bupati Wadana. Pangeran Rangga Gempol I adalah Bupati Sumedang yang merangkap sebagai Bupati Wadana Priangan pertama (1601 – 1625 M).
Yang akhirnya wilayah Sumedang Larang pada masa Prabu Geusan Ulun menjadi wilayah Sumedang sekarang. Berakhirlah sudah kerajaan Sunda terakhir Sumedang Larang di Jawa Barat Sumedang memasuki era baru yaitu Kabupaten pada tahun 1620 sampai sekarang. Sejak menjadi Kabupaten, Bupati yang memimpin Sumedang sampai tahun 1949 merupakan keturunan langsung dari Prabu Geusan Ulun (lihat masa pemerintahan) tetapi pada tahun 1773 – 1791 yang menjadi Bupati Sumedang adalah Bupati penyelang / sementara dari Parakan Muncang. Menggantikan putra Bupati Surianagara II yang belum menginjak dewasa Rd. Djamu atau terkenal sebagai Pangeran Kornel.

Blogroll