SEJARAH SUMEDANG
ASAL KATA “SUMEDANG”
Kata Sumedang
berasal dari “inSUn MEdal insun maDANGan”, Insun
artinya saya Medal artinya
lahir Madangan artinya memberi
penerangan jadi kata Sumedang bisa berarti “Saya lahir untuk memberi
penerangan”. Kalimat “Insun Medal Insun Madangan” terucap ketika Prabu
Tajimalela raja Sumedang Larang I melihat ketika langit menjadi
terang-benderang oleh cahaya yang melengkung mirip selendang (malela) selama
tiga hari tiga malam. Kata Sumedang dapat juga diambil juga dari kata Su yang
berarti baik atau indah dan Medang adalah nama sejenis pohon, Litsia Chinensis sekarang dikenal
sebagai pohon Huru, dulu pohon medang banyak tumbuh subur di dataran tinggi
sampai ketinggi 700 m dari permukaan laut seperti halnya Sumedang merupakan
dataran tinggi.
ASAL MULA SUMEDANG
Asal mula
Sumedang berasal dari Kerajaan Tembong Agung yang didirikan oleh Prabu Guru Aji
Putih ( 678 – 721 M )
putra Aria Bima Raksa / Ki Balagantrang Senapati Galuh cucu dari Wretikandayun
pendiri Kerajaan Galuh. Kerajaan Tembong Agung berada di Citembong Girang
Kecamatan Ganeas Sumedang kemudian pindah ke kampung Muhara Desa Leuwi Hideung
Kecamatan Darmaraja. Pada masa Prabu Tajimalela ( 721 – 778 M ) putra dari Guru
Aji Putih di bekas Kerajaan Tembong Agung didirikan Kerajaan Sumedang Larang.
Sumedang Larang berarti tanah luas yang jarang bandingnya” (Su= bagus, Medang =
luas dan Larang = jarang bandingannya).
Masa kejayaan
Sumedang Larang pada masa pemerintahan Prabu
Geusan Ulun (1578 – 1601 M) ketika pada masa pemerintahan Pangeran
Santri / Pangeran Kusumahdinata I raja Sumedang Larang ke-8 ayah dari Prabu
Geusan Ulun pada tanggal 22 April 1578 atau bulan syawal bertepatan dengan Idul
Fitri di Keraton Kutamaya Sumedang Larang Pangeran Santri menerima empat Kandaga Lante yang dipimpin oleh Sanghiang Hawu atau Jaya Perkosa, Batara Dipati Wiradidjaya
(Nganganan), Sangiang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana Terong
Peot membawa pusaka Pajajaran dan alas parabon untuk di serahkan kepada
penguasa Sumedang Larang pada waktu itu dan pada masa itu pula Pangeran Angkawijaya / Pangeran Kusumadinata
II dinobatkan sebagai raja Sumedang Larang dengan gelar Prabu Geusan Ulun sebagai nalendra
penerus kerajaan Sunda Padjajaran dan Raja Sumedang Larang ke-9. Ketika
dinobatkan sebagai raja Prabu Geusan Ulun berusia + 23 tahun menggantikan
ayahnya Pangeran Santri yang telah tua dan pada tanggal 11 Suklapaksa bulan
Wesaka 1501 Sakakala atau tanggal 8 Mei 1579 M kerajaan Pajajaran “Sirna ing bumi” Ibukota Padjajaran
jatuh ke tangan pasukan Kesultanan Surasowan Banten
Yang akhirnya
Sumedang mewarisi wilayah bekas wilayah Padjajaran dengan wilayahnya meliputi
seluruh Padjajaran sesudah 1527 masa Prabu Prabu Surawisesa dengan batas meliputi; Sungai Cipamali (daerah
Brebes sekarang) di sebelah timur, Sungai Cisadane di sebelah barat, Samudra
Hindia sebelah Selatan dan Laut Jawa sebelah utara. Daerah yang tidak termasuk
wilayah Sumedang Larang yaitu Kesultanan Banten, Jayakarta dan Kesultanan
Cirebon. Dilihat dari luas wilayah kekuasaannya, wilayah Sumedang Larang dulu
hampir sama dengan wilayah Jawa Barat sekarang tidak termasuk wilayah Banten
dan Jakarta kecuali wilayah Cirebon sekarang menjadi bagian Jawa Barat,
sehingga Prabu Geusan Ulun mendapat restu dari 44 penguasa daerah Parahiyangan
yang terdiri dari 26 Kandaga Lante,
Kandaga Lante adalah semacam Kepala yang satu tingkat lebih tinggi dari pada
Cutak (Camat) dan 18 Umbul dengan cacah sebanyak + 9000 umpi. Pemberian
pusaka Padjajaran pada tanggal 22 April 1578 akhirnya ditetapkan sebagai hari
jadinya Kabupaten Sumedang.
Peristiwa
penobatan Prabu Geusan Ulun sebagai Cakrawarti
atau Nalendra merupakan
kebebasan Sumedang untuk mengsejajarkan diri dengan kerajaan Banten dan
Cirebon. Arti penting yang terkandung dalam peristiwa itu ialah pernyataan
bahwa Sumedang menjadi ahli waris serta penerus yang sah dari kekuasaan
Kerajaan Pajajaran di Bumi Parahiyangan. Pusaka Pajajaran dan beberapa atribut
kerajaan yang dibawa oleh Senapati Jaya Perkosa dari Pakuan dengan sendirinya
dijadikan bukti dan alat legalisasi keberadaan Sumedang, sama halnya dengan
pusaka Majapahit menjadi ciri keabsahan Demak dan Mataram.
DARI MASA KERAJAAN KE MASA KABUPATEN
Pada tahun
1601 Prabu Geusan Ulun wafat dan digantikan oleh putranya Pangeran Aria
Soeriadiwangsa, pada masa Aria Soeriadiwangsa kekuasaan Sumedang Larang di
daerah sudah menurun dan Mataram melakukan perluasan wilayah ke segala penjuru
tanah air termasuk ke Sumedang. Pada waktu itu Sumedang Larang sudah tidak
mempunyai kekuatan untuk melawan yang akhirnya Pangeran Aria Soeriadiwangsa
pergi ke Mataram untuk menyatakan Sumedang menjadi bagian wilayah Mataram pada
tahun 1620. Wilayah bekas kerajaan Sumedang Larang diganti nama menjadi Priangan yang berasal dari kata “Prayangan” yang berarti daerah yang
berasal dari pemberian yang timbul dari hati yang ikhlas dan Pangeran Aria
Soeriadiwangsa diangkat menjadi Bupati Sumedang pertama dan diberi gelar Rangga Gempol I
(1601 – 1625 M). Sumedang menjadi bagian dari wilayah Mataram karena Pangeran
Aria Soeriadiwangsa I mengganggap ; 1. Sumedang sudah lemah dari segi
kemiliteran, 2. menghindari serangan dari Mataram karena waktu itu Mataram
memperluas wilayah kekuasaannya dari segi kekuatan Mataram lebih kuat daripada
Sumedang dan 3. menghindari pula serangan dari Cirebon dan VOC. Sultan Agung
kemudian membagi-bagi wilayah Priangan menjadi beberapa Kabupaten yang
masing-masing dikepalai seorang Bupati, untuk koordinasikan para bupati
diangkat seorang Bupati Wadana. Pangeran Rangga Gempol I adalah Bupati Sumedang
yang merangkap sebagai Bupati Wadana Priangan pertama (1601 – 1625 M).
Yang akhirnya
wilayah Sumedang Larang pada masa Prabu Geusan Ulun menjadi wilayah Sumedang
sekarang. Berakhirlah sudah kerajaan Sunda terakhir Sumedang Larang di Jawa
Barat Sumedang memasuki era baru yaitu Kabupaten pada tahun 1620 sampai
sekarang. Sejak menjadi Kabupaten, Bupati yang memimpin Sumedang sampai tahun
1949 merupakan keturunan langsung dari Prabu Geusan Ulun (lihat masa
pemerintahan) tetapi pada tahun 1773 – 1791 yang menjadi Bupati Sumedang adalah
Bupati penyelang / sementara dari Parakan Muncang. Menggantikan putra Bupati
Surianagara II yang belum menginjak dewasa Rd. Djamu atau terkenal sebagai
Pangeran Kornel.
0 komentar:
Posting Komentar