PENINGGALAN BERSEJARAH DI
JATINANGOR
Dalam
perjalanan memasuki kampus Universitas Padjadjaran (Unpad) Jatinangor,
mahasiswa yang menggunakan kendaraan pribadi melewati jalan menanjak yang
berawal dari pangkalan bis DAMRI hingga pintu masuk Unpad sebelah Utara.
Dalam
perjalanan tersebut, para mahasiswa melewati kampus ITB, dulu Universitas
Winaya Mukti (Unwim), pintu masuk lapangan golf Bandung Giri Gahana, serta
jalan menuju Bumi Perkemahan Kiara Payung. Umumnya, mereka melewati jalan itu
tanpa memperhatikan sisi jalan. Tanpa disadari, ternyata di kawasan itu
terdapat sebuah situs bersejarah.
Di sisi kiri
jalan, tepatnya dalam kawasan milik Unwim (sekarang ITB), terdapat sebuah
menara berwarna putih bergaya neo gothic. Pada menara tua dan tidak
terurus itu, terdapat tumbuhan liar yang memenuhi. Berbagai coretan pun
mengotori tembok putihnya.
Menara apakah
itu? Kebanyakan orang yang melewati tidak mengetahui apa pun mengenai menara
ini, bahkan menyadari keberadaannya pun tidak.
Sulit untuk
mengetahu nama pasti menara ini. Ada yang menyebutnya Menara Jam. Beberapa
pihak menyebutnya sebagai Menara Baron Baud, sesuai dengan nama pemiliknya.
Akan tetapi, masyarakat sekitar menamai bangunan putih itu, Menara Loji.
Menurut
artikel mengenai Jatinangor di situs Wikipedia,
Menara Loji termasuk ke dalam objek penting di kawasan pendidikan ini. Menara
yang dibangun pada tahun 1800 ini dianggap penting sebab merupakan bukti
sejarah masa pendudukan Belanda di Jatinangor.
Membaca Sejarah
Jatinangor melalui Menara Loji
Pada masa
penjajahan, Jatinangor adalah areal perkebunan pohon karet. Pemilik
perkebunan karet tersebut adalah seorang pria berkebangsaan Jerman, bernama
Baron Baud. Ia bersama perusahaan swasta milik Belanda, pada tahun 1841,
mendirikan perkebunan karet yang luasnya mencapai 962 hektar. Perkebunan ini
membentang dari tanah IPDN hingga Gunung
Manglayang.
Untuk
mengontrol perkebunannya yang luas, Baron Baud membangun sebuah menara. Menara
ini dilengkapi dengan sebuah lonceng yang terletak di puncak menara dan
tangga untuk sampai ke puncaknya.
Menara Loji
memiliki dua fungsi utama. Pertama, untuk mengawasi para penyadap karet yang ia
pekerjakan. Kedua, sebagai penanda waktu kerja para penyadap karet. Pada pukul
05.00, lonceng dibunyikan, tanda bagi pekerja untuk mulai menyadap karet.
Lonceng
kembali berbunyi pada pukul 10.00, sudah saatnya bagi pekerja untuk mengambil
mangkuk-mangkuk yang telah terisi getah karet. Terakhir, lonceng dibunyikan
lagi pada pukul 14.00, para pekerja diperbolehkan pulang.
Memasuki masa
kemerdekaan Indonesia, tanah perkebunan karet Jatinangor
dinasionalisasikan, dan menjadi milik Pemerintah Daerah (Pemda) Sumedang.
Sayangnya, Pemda tidak melakukan penjagaan yang baik terhadap situs ini. Pada
tahun 1980, lonceng Menara Loji dicuri. Hingga kini, kasus pencurian ini belum
terselesaikan.
Pada tahun
1990, area perkebunan dialihfungsikan menjadi kawasan pendidikan dengan
dibangunnya empat perguruan tinggi, yakni IPDN (Institut
Pendidikan Dalam Negeri), Ikopin (Institut Koperasi Indonesia), Unpad, dan Unwim
Lahan kosong
dekat Menara Loji, tempat dibangunnya Universitas Winaya Mukti.
Foto diambil pada tahun 1990 (dok. Universitas Winaya Mukti)
Foto diambil pada tahun 1990 (dok. Universitas Winaya Mukti)
Sayangnya,
perkembangan pesat yang dialami Jatinangor tidak diiringi dengan
perhatian terhadap situs sejarahnya. Jangankan dipelihara, diketahui saja
tidak.
Ketika ditemui
di kantornya (23/1), Kepala Seksi Infrastruktur Kecamatan Jatinangor Dra. Iwan Hermawan mengaku tidak tahu menahu
mengenai keberadaan menara bersejarah tersebut. Ketika ia tanyakan kepada
pegawai kecamatan lainnya, hasilnya pun nihil.
“Saya kurang
tahu mengenai Menara Loji, saya baru setahun disini”
Dra. Iwan
Hermawan
Kepala Seksi Infrastruktur Kecamatan Jatinangor
Kepala Seksi Infrastruktur Kecamatan Jatinangor
Mungkin yang
paling mengetahui adalah warga Jatinangor yang sudah lama di Jatinangor. Salah satunya adalah Dra. Dewi Rupiani, Kepala
Bagian Verifikasi Biro Keuangan Universitas Winaya Mukti.
Saat ditemui,
ia menceritakan sepenggal pengalaman hidupnya. Saat ia menimba ilmu di SMAN 1
Sumedang pada tahun 1987, ia sempat bermain-main di sekitar Menara Loji.
Bersama guru dan teman-temannya, ia membentangkan tambang dari puncak Menara
Loji hingga ke permukaan tanah. Kemudian, sambil berpegangan pada seutas tali
tambang, ia meluncur dari puncak menara menuju ke daratan rendah.
“Kalau dulu sih
bermainnya masih sangat sederhana. Hanya pakai tali tambang yang diikatkan ke
Menara Loji. Kini, banyak orang menyebut permainan ini flying fox” ujar
Dra. Dewi Rupiani
Sayangnya,
apabila Dewi mengunjungi Menara Loji lagi, ia tidak akan menemukan keadaan yang
sama seperti saat ia remaja. Pintu menuju puncak menara ditemboki sehingga
menara tidak bisa lagi dinaiki. Alasannya, tangga menuju puncak menara telah
rapuh sehingga ditakutkan apabila ada yang menaikinya akan terjatuh.
Dalam beberapa
tahun mendatang, keadaan sekeliling Menara Loji pun akan berbeda. Berdasarkan
keterangan dari pihak Unwim, di area dekat menara akan dibangun gedung Palang
Merah Indonesia (PMI). Konsekuensi yang akan dihadapi oleh Menara Loji
berkaitan dengan pembangunan gedung PMI belum dapat dipastikan.
Menara Loji
adalah aset bersejarah yang bermanfaat. Menara putih ini menjadi bukti nyata
tentang keberadaan perkebunan karet luas di Jatinangor pada masa penjajahan Belanda.
Menara Loji
tidak dapat meninggalkan catatan sejarah apa pun apabila tetap dibiarkan
terbengkalai. Bagi orang-orang yang melewatinya, ia hanyalah bangunan tua tak
bertuan. Nasib menyedihkan ini mungkin juga diderita oleh banyak situs
bersejarah yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sebagai bangsa
yang besar, patutnya masyarakat Indonesia menghargai sejarahnya. Hargailah
bukti sejarah sehingga sejarah bangsa takkan lekang dimakan waktu. Sebab,
melalui sejarahlah kita dapat memperbaiki diri.
2 komentar:
foto menara lojinya mana?pengen lihat donk ;)
terima kasih sudah kami tambahkan foto menara loji
Posting Komentar