skip to main |
skip to sidebar
SEJARAH CADAS PANGERAN
Tag
SEJARAH CADAS PANGERAN
Cadas Pangeran adalah nama suatu tempat, kira-kira
enam kilometer sebelah barat daya kota Sumedang, yang dilalui jalan raya
Bandung-Cirebon. Pemberian nama ini terkait dengan pembangunan Jalan Raya Pos
Daendels yang melintasi daerah ini. Karena medan yang berbatu cadas, lima
ribuan jiwa pekerja kehilangan nyawanya.
Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem
Daendels yang memprakarsai pembangunan jalan "maut" tersebut pada
tahun 1809. Dahsyatnya, proyek jalan itu hanya membutuhkan waktu sekitar satu
tahun. Jalur Anyer-Panarukan itu dibangun mula-mula sebagai jalan raya pos yang
menghubungkan Pulau Jawa pada tahun 1809. Namun, keberhasilan Daendels itu tak
terlepas dari penderitaan ratusan ribu warga Jawa yang disuruh kerja paksa atau
rodi tanpa bayaran sesen pun. Tak terhitung lagi, ribuan pribumi yang tewas,
baik yang melawan maupun meninggal dunia akibat kerja rodi.
Maklum saja, Daendels terkenal dengan
kekejamannya dan berlaku sangat keras, yang disukai oleh Kaisar Prancis
Napoleon--Prancis saat itu menguasai Kerajaan Belanda. Sebaliknya, bagi bangsa
Indonesia, kekejian Daendels sangat dibenci hingga ia mendapat julukan
"Mas Galak" atau "Mas Guntur". Julukan itu sesuai dengan
tindak tanduknya yang kerap menekan kekuasaan raja-raja atau penguasa setempat,
khususnya terhadap wong cilik. Walau begitu, sejumlah "inlader"
akhirnya nekat menentang Daendels meski nyawa menjadi taruhan. Namun, tak
seluruh rakyat memberontak terhadap kehendak "Si Tuan Besar" itu.
Satu di antara yang menonjol adalah Peristiwa
Cadas Pangeran. Betapa tidak, ribuan pekerja rodi yang meninggal paling banyak
terjadi di kawasan antara Bandung-Sumedang sepanjang kurang lebih tiga km. Di
daerah tersebut memang memiliki medan yang berbukit cadas dan rawan longsor.
Bila tak hati-hati, banyak pekerja yang mati ketimbun tanah longsor maupun
tertimpa batu-batu besar. Banyak pula yang terjerembab ke jurang selama
pembangunan jalan itu. Belum lagi sejumlah binatang buas yang kerap memangsa
beberapa buruh rodi yang keletihan di malam hari.
Kabar mengenai ribuan penduduk Sumedang yang
tewas akibat kerja rodi tentu membuat gusar penguasa setempat saat itu, yaitu
Pangeran Kusumahdinata atau lebih dikenal dengan sebutan Pangeran Kornel. Dia
pun merasa terpanggil untuk membela rakyatnya dari tindasan Daendels. Pangeran
Kornel segera mengutus beberapa orang kepercayaannya ke lokasi pembuatan jalan
yang masih berupa hutan belantara, bercadas keras dengan berbagai binatang buas
yang masih berkeliaran. Setelah meneliti keadaan di lapangan, orang-orang
suruhan Pangeran Kornel mengungkapkan bahwa kondisi para pekerja paksa sangat
memprihatinkan. Bahkan, mereka cuma mempergunakan peralatan atau perkakas yang
tergolong sederhana untuk memapras tebing.
Selain kurang peralatan, hambatan
lain dalam pembuatan jalan itu adalah perbekalan makanan yang tak mencukupi.
Tak heran, buruh rodi banyak yang terjangkit sejumlah penyakit, seperti
malaria. Gangguan binatang buas dan hawa dingin yang menusuk di malam hari,
turut menambah kesengsaraan para pekerja.
Atas kenyataan itulah, Pangeran
Kornel berencana secara terang-terangan melawan Daendels di hadapan para
pekerja dan masyarakat Sumedang. Disusunlah rencana pemberontakan terhadap Mas
Galak. Setelah rencana dianggap matang, Pangeran Kornel bersama sejumlah
pengawalnya pergi ke lokasi kerja rodi tersebut. Dia pun sabar menanti
kedatangan Daendels.
Akhirnya, yang ditunggu-tunggu datang
juga. Di kejauhan tampak Daendels menunggang kuda dengan didampingi segelintir
pasukannya. Daendels memang secara rutin kerap mengawasi pembuatan jalan di
daerah bercadas tersebut. Pangeran Kornel mencegat rombongan Gubernur Jenderal
yang kejam itu, tepatnya di Desa Ciherang.
Tentu saja Daendels kegirangan
melihat kedatangannya disambut sendiri oleh penguasa setempat. Tanpa rasa
curiga, dia segera mengulurkan tangan kepada Pangeran Kornel. Bukan kepalang
terkejutnya Daendels, saat Pangeran Kornel menyambut ulurannya dengan tangan
kiri. Tak cuma itu, penguasa Sumedang ini juga menghunus keris Naga Sastra di
tangan kanannya.
Dengan pancaran mata yang tajam tanpa
berkedip, Pangeran Kornel terus menatap lawannya. Sontak, keangkuhan Daendels
luntur seketika. Dia pun terheran-heran dengan perlakuan dari Pangeran Kornel
atau Bupati Sumedang itu. Setelah hilang rasa kagetnya, Daendels bertanya
kepada Pangeran Kornel mengenai sikapnya itu.
Tanpa perasaan takut, Pangeran Kornel
menjawab bahwa pekerjaan yang dibebankan kepada rakyat Sumedang terlalu berat.
Setelah mengucapkan alasannya, Pangeran Kornel menantang Daendels duel satu
lawan satu. Layaknya seorang ksatria, Pangeran Kornel berkata bahwa regent
(bupati) Sumedang yang bernama Pangeran Kusumahdinata lebih baik berkorban
sendiri ketimbang harus mengorbankan rakyat Sumedang yang tak berdosa.
Mendengar alasan yang tegas dan jelas
tersebut, serta sadar akan situasi yang tidak menguntungkan baginya, Daendels
pun luluh keberaniannya. Kemudian Daendels berjanji akan mengambil alih
pekerjaan pembuatan jalan oleh Pasukan Zeni Belanda. Sedangkan rakyat Sumedang
diperkenankan hanya membantu saja.
Ternyata itu hanyalah akal-akalan
Daendels. Buktinya, beberapa hari kemudian, dia membawa ribuan pasukan Kompeni
dan hendak menumpas perlawanan Pangeran Kornel. Pertempuran pun berkecamuk di
sana. Rakyat Sumedang serta merta angkat senjata membantu junjungan mereka.
Lantaran kekuatan yang tak seimbang, akhirnya tentara penjajah berhasil
memadamkan pemberontakan Pangeran Kornel dengan memakan korban yang tak
sedikit. Sedangkan Pangeran Kornel yang gagah berani itu gugur di ujung bedil
pasukan Belanda.
Semenjak itulah, jalan yang melintasi
medan berbukit itu dinamakan Cadas Pangeran. Ini untuk mengenang keberanian
Pangeran Kornel yang rela gugur dalam memperjuangkan atau membela kepentingan
rakyat Sumedang yang sangat dicintainya.
2 komentar:
sejarahnya menarik dan bagus dalam isinya banyak sejarah yang saya belum tau tentang Cadas Pangeran
Tolong perbanyak lagi ya sejarahnya !!!! :)
okey terimakasih
Posting Komentar